Foto:Dok. Indonesia Defense Magazines
Oleh: Mat Sniper – Praktisi Pertahanan dan Pemerhati Manajemen Publik
Penempatan purnawirawan TNI di sejumlah posisi strategis BUMN sering menjadi perbincangan publik. Sebagian menilai langkah ini sebagai bentuk dominasi militer di ranah sipil, sementara sebagian lain melihatnya sebagai upaya memanfaatkan sumber daya manusia berintegritas tinggi yang telah ditempa oleh disiplin dan loyalitas terhadap negara. Dalam pandangan yang lebih objektif, seharusnya fokus pembahasan tidak berhenti pada latar belakang institusional, tetapi pada kualitas, kompetensi, dan profesionalitas individu yang bersangkutan.
BUMN memiliki peran vital sebagai penggerak utama ekonomi nasional dan pilar kemandirian bangsa. Karena itu, kepemimpinan di dalamnya harus dipegang oleh sosok yang memiliki kemampuan manajerial, integritas moral, dan wawasan strategis. Dalam konteks ini, banyak purnawirawan TNI sebenarnya telah memenuhi kriteria tersebut. Mereka ditempa dalam sistem yang menanamkan nilai disiplin, keteguhan, tanggung jawab, dan keberanian mengambil keputusan di bawah tekanan kualitas yang sangat dibutuhkan dalam dunia korporasi dan pemerintahan modern.
Lebih dari itu, banyak purnawirawan TNI kini memiliki latar belakang pendidikan yang sangat mumpuni. Tidak sedikit yang bergelar magister (S2), doktor (S3), bahkan profesor di berbagai bidang ilmu yang relevan: manajemen, ekonomi, pertahanan, hingga kebijakan publik. Hal ini menunjukkan bahwa transformasi intelektual dan profesional telah berlangsung di kalangan purnawirawan. Mereka tidak hanya membawa pengalaman di lapangan, tetapi juga kapasitas akademik yang linier dengan kebutuhan strategis BUMN. Kehadiran mereka bukan semata simbol loyalitas, melainkan wujud dari profesionalisme yang terus dikembangkan.
Baca Juga: Ini Respons Menhan Sjafrie dan Panglima TNI Soal Black Hawk yang Bakal Perkuat TNI AD
Namun demikian, penting untuk menegaskan bahwa prinsip meritokrasi tetap harus menjadi landasan utama dalam setiap pengisian jabatan publik, termasuk di BUMN. Artinya, siapapun yang ditunjuk baik dari kalangan sipil maupun purnawirawan harus melalui mekanisme seleksi yang transparan, berbasis kompetensi, dan memiliki rekam jejak kinerja yang dapat dipertanggungjawabkan. Dengan mekanisme ini, maka penempatan purnawirawan tidak lagi dilihat sebagai politisasi jabatan, tetapi sebagai bagian dari upaya memperkuat tata kelola nasional melalui sumber daya manusia terbaik bangsa.
Pendekatan berbasis merit ini juga berdampak positif terhadap persepsi publik dan kepercayaan investor. Dunia usaha menghargai profesionalisme, konsistensi, dan stabilitas kepemimpinan. Bila BUMN dipimpin oleh figur yang kredibel, berintegritas, dan memiliki kemampuan manajerial yang kuat, maka iklim investasi dan kepercayaan terhadap kinerja ekonomi nasional akan semakin meningkat. Dalam hal ini, purnawirawan TNI yang telah ditempa dengan nilai pengabdian dan semangat nasionalisme dapat menjadi penyeimbang antara kepentingan ekonomi dan kepentingan bangsa.
Pada akhirnya, kehadiran purnawirawan di BUMN tidak boleh dipandang sebagai langkah mundur terhadap semangat reformasi, tetapi sebagai transformasi peran dari medan juang fisik ke medan pengabdian ekonomi dan manajerial. Jika penempatan mereka dilakukan dengan mempertimbangkan kompetensi, integritas, dan kesesuaian bidang, maka kontribusinya justru memperkuat profesionalisme dan efektivitas BUMN. Dengan kombinasi antara loyalitas, integritas, dan profesionalitas yang linier, para purnawirawan berpotensi menjadi motor perubahan positif menghadirkan BUMN yang tangguh, adaptif, dan berorientasi pada kepentingan nasional.
